Opini
Fatwa dan Dunia yang Tengah Berubah
Oleh Prof. Dr. Achmad Ubaedillah, MA (Dosen FISIP UIN Jakarta/Dubes RI untuk Brunei Darussalam).
Islam sebagai agama penyebar rahmat bagi semesta alam menghadapi tantangan yang tidak terbatas pada persoalan etika publik, tapi juga bagaimana menjadikan agama ini responsif terhadap perkembangan dan perubahan sosial yang berskala global.
Paska pandemi Covid-19 umat Islam khususnya dan penghuni planet bumi secara umum menghadapi goncangan sosial yang tak pernah dialami pada masa-masa sebelumnya. Tak hanya dampak pandemi Covid-19, kemajuan teknologi digital telah mengubah tatanan dan cara-cara manusia dalam berinteraksi dengan sesama maupun dengan alam sekitarnya.
Peran ulama, dalam kerangka ini begitu penting. Dus realitas ini telah menggugurkan tesis sekularisme, bahwa semakin rasional manusia modern semakin jauh pula peran agama.
Islam, dalam hal ini kalangan ulama atau para pemberi fatwa (mufti) sebagai panutan umat Muslim memikul tanggung jawab bagaimana Islam tetap “living” di kalangan pemeluknya dan tak ketinggalan zaman.
Secara spesifik semangat itu ditangkap oleh Sekolah Tinggi Ilmu Fikih (STIF) Syeikh Nawawi Tanara melalui pelaksanaan Webinar Internasional tentang “Pentingnya peran fatwa dalam menjawab permasalahan umat pada masa sekarang” pada 27 Desember 2023.
Pada perhelatan yang dihadiri oleh Wakil Presiden KH Prof. Ma’ruf Amin dan dihadiri oleh pembicara dari Indonesia dan beberapa negara itu, penulis mendapat kesempatan memberikan sekelumit kata sambutan.
Dalam kajian hukum Islam, fatwa menempati posisi ketiga setelah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Menurut tinjauan ushul fikih, fatwa dapat didefinisikan sebagai suatu pendapat dan pemikiran yang disampaikan seorang atau sekelompok Ahli Fiqih (Mujtahid) guna merealisasikan berbagai jawaban dan pertanyaan yang diajukan pihak yang mengajukan fatwa atas permasalahan-permasalahan yang sifatnya tidak mengikat (Dahlan, 1996).
Pada jamaknya, fatwa bersifat dinamis dan lentur. Artinya dapat berubah seiring situasi dan kondisi tertentu, sehingga fatwa dapat berbeda dari waktu ke waktu. Dari segi fungsi, fatwa tidak hanya berguna sebagai sumber rujukan keagamaan, tetapi juga sebagai rekaman historis yang menjadi sumber sejarah sosial dari suatu komunitas pada masa tertentu.
Setidaknya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong terjadinya perubahan fatwa yakni; pertama, perubahan zaman; kedua, perubahan tradisi; ketiga, perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi; keempat, perubahan kebutuhan manusia; kelima, perubahan kemampuan manusia; keenam, perubahan ekonomi dan sosial-politik; dan ketujuh, musibah.
Bencana alam dan pandemi global Covid-19 tergolong pada faktor terakhir tersebut. Pandemi telah menciptakan disrupsi sosial warga dunia secara umum.
Berkaitan dengan paparan di atas, saat ini kita perlu menginsyafi dan menyadari sepenuhnya bahwa dunia kini telah mengalami perubahan signifikan. Dalam kajian sosial kontemporer, kita mengenal istilah disrupsi.
Secara etimologi, disrupsi dapat didefinisikan sebagai terjadinya perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan ke taraf yang lebih baru.
Terjadinya disrupsi pada berbagai sektor kehidupan tentunya menuntut adaptasi dari manusia untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Merupakan hal yang mutlak jika seseorang harus secara cepat mengubah mindset dan menyesuaikan diri agar tidak tertinggal oleh perubahan yang kian hari dirasakan kian cepat.
McKinsey Global Institute (2017) memproyeksikan setidaknya 400-800 juta orang di dunia akan kehilangan pekerjaan pada 2030 karena tergantikan oleh robot dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI).
Efek disrupsi yang demikian luas tersebut pada akhirnya akan merambah dan mempengaruhi kehidupan sosial dan masyarakat, khususnya perubahan sikap dan perilaku keagamaan. Untuk itu diperlukan fatwa yang aktual dan fungsional seiring dengan perubahan zaman.
Pada era disrupsi dan pasca pandemi seyogianya kalangan ulama memformulasikan dan memproduksi fatwa yang hirau terhadap wacana modern dan isu-isu global kontemporer seperti wabah penyakit (Covid-19), lingkungan hidup, keamanan manusia (human security), krisis energi, ekonomi digital, kesetaraan gender, kelaparan, perdagangan manusia, radikalisme dan terorisme, proliferasi senjata dan reformasi lembaga internasional.
Selain itu, guna menghasilkan fatwa yang dapat menjawab tantangan dan perkembangan zaman, kalangan ulama hendaknya meningkatkan penguasaannya terhadap pendekatan multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin keilmuan, khususnya kajian ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi yang dapat memudahkan penelaahan serta pencarian solusi atas berbagai permasalahan sosial yang terjadi dan dihadapi oleh masyarakat.
Pada era disrupsi ini, reaktualisasi fatwa merupakan keperluan yang mendesak dan mutlak, namun prosesnya tetap harus melalui koridor yang dilakukan kalangan ulama melalui lembaga atau institusi fatwa yang otoritatif seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam kesempatan ini pula, izinkan saya untuk sedikit mengulas mengenai peran dan kedudukan lembaga pemberi fatwa di Indonesia dan di negara Brunei Darussalam. Dalam konteks Indonesia, fatwa setidaknya dikeluarkan oleh tiga organisasi keagamaan Islam, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan MUI.
Menarik untuk diketengahkan bahwa dalam praktiknya seringkali ketiga organisasi keagamaan Islam tersebut mengeluarkan fatwa yang berbeda atas suatu persoalan tertentu. Namun demikian, perbedaan yang ada tidak menjadikan masing-masing organisasi keagamaan Islam itu mengklaim bahwa fatwanya yang paling benar, sementara fatwa yang lain keliru.
Hal ini dapat menunjukkan adanya fleksibilitas dan kedinamisan karakter proses pemberian fatwa di Indonesia. Secara umum, umat Islam di Indonesia sendiri sebagai penduduk mayoritas memiliki kebebasan dalam memilih fatwa yang dianggap compatible dan sesuai untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapinya.
Sebagai penekananan bersama, peran fatwa di Indonesia juga harus dapat menguatkan konsep negara bangsa (nation-state), dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), disamping meneguhkan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara serta mengukuhkan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional pemersatu bangsa Indonesia.
Fatwa Islam di Kawasan ASEAN
Hal yang tak kalah pentingnya untuk dibahas adalah tantangan fatwa di negara-negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Dengan karakteristik dan bentuk pemerintahan yang tak seragam tentunya kalangan ulama (mufti) di negara-negara itu memiliki tantangan berbeda.
Di ketiga negeri jiran (Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam) dimana jumlah penduduk Islam pada masing-masing negara tersebut tercatat signifikan bahkan mayoritas, peran lembaga fatwa menjadi penting.
Kerjasama dan penguatan lembaga fatwa melalui pertemuan-pertemuan rutin kalangan ulama ASEAN diharapkan dapat terlibat tidak hanya sebatas pada penyelesian persoalan-persoalan keegamaan (Islam) semata, tetapi dapat berperan dalam pelbagai persoalan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat anggota ASEAN.
Semangat menguatkan sistem pemerintahan modern negara-negara anggota ASEAN harus tetap menjadi platform yang tetap dipertahankan sebagaimana selama ini terjadi di Indonesia, dan peran agama adalah sebagai penguat pilar-pilar negara modern.
Pada saat bersamaan, kalangan mufti juga dapat berperan sebagai mediator perdamaian bersama pemerintah. Peran ini bahkan dapat diperluas melintasi beragam komunitas dan agama.
Keterbatasan pemerintah anggota ASEAN dalam menyelesaikan berbagai persoalan seperti masalah Rohingya di Myanmar dan konflik bernuansa agama di Thailand Selatan dan Pilipina (Moro) seyogyanya dapat melibatkan kalangan tokoh lintas agama.
Hubungan diplomatik kontemporer yang selama ini dimonopoli oleh aktor negara tidak lagi menjadi pakem. Peran serta aktor non negara (non-states) dapat dilakukan oleh kalangan tokoh dan lembaga agama sebagai jalur alternatif diplomasi dewasa ini.
Kehadiran dan peran kalangan agamawan dalam fora diplomatik selama ini cenderung dinafikan, bahkan tidak dianggap penting, khususnya dalam perspektif hubungan internasional (HI) Barat yang sekuler dan memandang agama sebagai residu peradaban modern yang tak memiliki tempat dalam praktik maupun kajian disiplin HI.
Namun pada kenyataannya tesis sekularisasi dengan rasionalisasinya ternyata tidak mampu menjadikan umat manusia modern semakin jauh dari kehidupan agama yang dinilai identik dengan sesuatu yang irrasional dan tak sejalan dengan spirit modernitas.
Faktanya, di tengah arus sekularisme ternyata agama makin menunjukkan perannya dalam kehidupan manusia modern. Kegagalan lembaga-lembaga inernasional dalam menjaga perdamaian, salah satunya telah memberikan ruang gerak bagi kalangan agama untuk berperan dalam berbagai persoalan yang kerap ditimbulkan oleh arus modernitas.
Meski nampak hanya sebatas kilas balik sesaat kalangan agamawan dalam kehidupan sekuler, pada kenyataannya kenestapaan dunia akibat dampak modernitas yang berakhir pada kemiskinan, perang, konflik dan keterasingan manusia telah membuka jalan bagi kalangan agamawan untuk memainkan peran profetis agama.***
Opini
Syarat Terwujudnya Indonesia Emas 2045, Demokrasi Terpimpin
Caatan SMSI Akhir Tahun 2024
Oleh: H. Makali Kumar, SH
Sekretaris Jenderal Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Periode 2024-2029
PENGHUJUNG Tahun 2024 telah berada di sini. 2024 akan dikenang menjadi tahun yang istimewa bagi bangsa Indonesia. Karena pada tahun ini, peristiwa politik nasional maupun daerah yang dilaksanakan secara serentak, telah berhasil dilalui dengan prosesi pesta demokrasi yang kondusif dan damai.
Ini mencerminkan kedawasaan rakyat Indonesia dalam berdemokrasi. Banyak hal-hal yang patut untuk disyukuri, setidaknya bagi rakyat Indonesia dengan memiliki Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto bersama wakilnya Gibran Rakabuming Raka.
Sebagai bagian dari masyarakat pers di negeri ini, tahun 2024 telah mencatatkan sejarah tersendiri bagi pemimpin Indonesia. Dari berbagai daerah yang saya kunjungi, seperti di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan sampai Papua, masyarakat dan kalangan pers yang saya temui, mereka menyampaikan optimisnya, dibawah kepemimpinan Presiden Prabowi Subiyato, Indonesia maju, adil dan sejahtera akan terwujud. Bahkan Indonesia Emas 2045 yang menjadi visi Presiden Prabowo, untuk melanjutkan visi Presiden RI ke-7, Joko Widodo diyakini dapat diwujudkan.
Seperti apa visi Indonesia Emas 2045?. Penulis mencermati, Visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045” memiliki 8 misi besar Presiden Prabowo bersama Wapres Gibran, dan dikenal sebagai Asta Cita, merupakan program pundamental dalam keberlanjutan visi Presiden sebelumnya.
Saya mengiikuti dan mencatat jejak rekam perjalanan karir politik Prabowo sejak saya menjadi wartawan di Radar Cirebon (Jawa Pos Group) tahun 2000-2010, Pemimpin redaksi (Pimred) dan Direktur di Koran Harian “Bandung Ekspres” yang kini menjadi “Jabar Ekspres” (Jawa Pos Group) tahun 2011-2014 , hingga menjadi Pimred dan Direktur di Koran Harian Karawang Bekasi Ekspres /KBE (Jawa Pos Group) tahun 2014-2018, dan hingga saya menjabat sekretaris Jenderal SMSI.
Penulis menilai Prabowo Subianto, merupakan sosok pemimpin yang gigih dan tak kenal menyerah. Hal ini sesuai dengan keinginan rakyat Indonesia yang cenderung memilih pemimpin yang mampu mengatasi berbagai persoalan nasional maupun internasional yang akan dihadapi Indonesia di masa depan.
Spirit Presiden Prabowo mampu membangkitkan semangat rakyat Indonesia, untuk bersama-sama meraih kemajuan. Akan terbangun optimisme seluruh rakyat Indonesia, meniru perjuangan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto yang selalu bangkit dan tidak pernah menyerah. Kegigihan Prabowo berjuang menjadi Presiden Republik Indonesia untuk mengimplementasikan cita-citaanya dalam menegakkan keadilan dan mensejahterakan rakyat Indonesia merupakan keteladanan yang patut jadi sebuah contoh.
Yang tidak kalah penting, adalah sifat satria Prabowo Subianto telah terbukti, hal ini dapat dilihat dari keputusannya sewaktu ditawari masuk dalam Kabinet Presiden Jokowi, dengan sifat kesatria tersebut, Prabowo berani mengambil resiko untuk di cerca sebagian pendukungnya. Tetapi realitas darei sikap Prabowo tersebut, Indonesia kembali menyatu dan mengurangi keterbelahan anak bangsa. Peristiwa monumental itu merupakan hal baru, yang kemudian sikap itu menjadi model. Oleh karena itu pula SMSI dengan berbagai pertimbangan lainnya menetapkan Prabowo Subiyanto sebagai orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara dan kemudian di anugerahi PIN EMAS.
Bersama Presiden Prabowo, seluruh rakyat Indonesia wajib bangkit dari keterpurukan, jemput kesejahteraannya dengan kerja ikhlas, kerja cerdas, kerja keras, dan memiliki sikap pantang menyerah sesuai dengan karakteristik kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Sejak kampanye dan terpilih menjadi Presiden, Prabaowo kinsisten menganggarkan Rp 722 triliun untuk makan bergizi bagi anak dan balita, Bumil dan menyusui. Angka tersebut bagi sebagian kalangan mungkin besar, tetapi bagi Presiden Prabowo itu belum cukup. Saat ini, Prabowo fokus pada perbaikan gizi anak-anak Indonesia. Sebanyak 82,9 juta anak akan mendapatkan makan bergizi gratis. Ini adalah investasi SDM yang dilakukan Presiden Prabowo untuk mencetak generasi Indonesia unggul.
program prioritas lainnya, Presiden Prabowo Subianto akan mewujudkan swasembada pangan di tanah air dengan menekankan agar tiap desa memiliki lumbung pangan sendiri demi mewujudkan swasembada pangan sebagai kunci dari keberlanjutan pengendalian inflasi.
Dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2024, di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Presiden Prabowo menekankan bahwa kunci utama pengendalian inflasi di masa depan adalah swasembada pangan, baik di tingkat nasional maupun daerah. “Dari dulu kita diajarkan tiap desa harus punya lumbung pangan. Tiap desa. Jadi, inilah strategi besar kita,” kata Presiden Prabowo dalam kesempatan itu.
Penulis yang lahir dari daerah lumbung padi nasional, yakni Kabupaten Indramayu – Jawa Barat, tepatnya di desa Tinumpuk kecamatan Juntinyuat, merasa optimis swasembada pangan ini bisa terwujud dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Hal ini dibuktikan dengan keseriusan semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah, TNI dan Polri diawal kepemimpinan Presiden Prabowo, sudah turun ke lapangan, membantu petani dalam mensukseskan gerakan tanam padi yang baik hingga penguatan lumbung pangan di daerah.
Perbaikan Sistem Politik
Presiden Prabowo Subianto berkomiten untuk melakukan perbaikan sistem politik di Indonesia. Bahkan saat menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar, di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis malam, 12 Desember 2024, Presiden Prabowo mengkritisi sistem pemilu di Indonesia yang dinilai terlalu mahal. Sehingga Presiden Prabowo setuju, perlu adanya perbaikan sistem partai politik.
Presiden Prabowo mengajak berpikir para elit partai Politik di Indonesia. Terkait system politik saat ini. Berapa puluh triliun dalam 1 – 2 hari dari Negara untuk pelaksanaan Pilkada.
Presiden Prabowo melihat negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, India lebih efisien. Karena DPRD lah yang menunjuk Gubernur hingga Bupati.Menurutnya, uang negara dibandingkan keluar banyak untuk Pemilu /Pilkada, lebih baik digunakan untuk memberikan makan kepada anak-anak bangsa, perbaiki sekolah, perbaiki irigasi. (*).
Menjungjung Tinggi Kemerdekaan Pers
Sementara itu, penulis juga mencatat komitmen Presiden Prabowo dalam menjungjung tinggi kemerdekaan pers. Sejak berkampanye sampai dilantik menjadi Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto bertekad untuk menjunjung tinggi kebebasan dan kemerdekaan pers. Menurutnya, kebebasan pers merupakan salah satu pilar demokrasi.
“Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia tentu harus menjunjung kebebasan pers. Kami mendukung penuh dan berkomitmen untuk selalu, mengembangan, merawat, dan menyempurnakan kebebasan pers,” tegas Presiden Prabowo.
Prabowo juga telah menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Pers Capres dan Cawapres saat pencalonannya dihadapan Dewan Pers. Untuk tetap mendukung kemerdekaan pers yang sejak reformasi 1998 bergulir. Deklarasi kemerdekaan pers yang ditandatangani Prabowo itu berisikan tiga poin, yaitu:
1. Menjamin independensi dan kemerdekaan pers dari campur tangan pihak mana pun.
2. Menolak segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap pers.
3. Mendukung pers yang profesional agar mampu menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.
Pada ahir tulisan ini kami menyampaikan beberapa catatan yang hingga kini jadi Program prioritas Dewan Pengurus SMSI Pusat untuk didiskusikan:
1. Demokrasi liberal, ternyata tidak sesuai dengan literarur sejarah dan budaya masyarakat Indonesia. Untuk itu, perlu penyempurnaah UU Pemilu dan diharapkan Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh MPR, dan pemilukada dilakukan oleh DPRD, dengan merekomendasikan 3 nama untuk kemudian dipilih oleh Presiden atau Gubernur.
2. SMSI terus mendukung dengan mengawal Swasembada pangan penguatan masyarakat desaa disertai pengawasan dan penegakan hukum dimulai dari. Desa.
3. Mengembalikan UUD 45 sebagai dasar dan induk daeri hukum di Indonesia.
4. Wujudkan ekonomi sesuai dengan UUD 45, dan revitalisasi seluruh jenis pertambangan, energy, tanah dan perkebunan dengan mengembalikan pengelolaan dan kepemilikan dibawak kendali negara.
5. Pesatnya perkembangan tehnologi digital, perlu ada penataan ulang kehidupan pers Indonesia, dengan penyempurnaan UU Pers.
Kami ahiri, semoga Presiden Prabowo Subianto bersama Wapres Gibran Rakabuming Raka, mampu mewujudkan Visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”. Selamat tahun baru 2025. (*)
Opini
Serpihan Pemikiran Atraktif Prabowo Subianto Soal Pemberantasan Korupsi
Catatan Akhir Tahun SMSI 2024:
Oleh: Theo Yusuf Ms, Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan SMSI
“DAN saudara-saudara mengetahui bahwa Kemerdekaan daripada bangsa Indonesia itu sekedar hanyalah saya katakan berulang-ulang satu jembatan untuk menuju dan akhirnya mencapai cita-cita bangsa Indonesia yang pokok yaitu, suatu masyarakat yang adil dan makmur.” (Amanat Presiden Soekarno 28 Agustus 1959)
Dalam pandangan Presiden Prabowo Subianto, untuk menjadikan masyarakat adil dan makmur, tidak perlu menjiplak ajaran dari “barat” atau negara-negara Amerika yang mengku sebagai kampiun demokrasi. Tetapi rakyat Indonesia dapat makmur dan bahagia jika kekayaan alam dan isinya itu tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang, atau hanya orang elite yang menguasai tanah dan seisinya dan seolah dia yang dapat menentukan arah kebijakan negara ini. Tidak, kata Prabowo.
Kesenjangan hidup kian menganga. “1 persen menguasai 36 peren dari kekayaan negara. Angka rasio gini Indonesa hanya 0,36 persen. Artinya, hanya 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 36 persen kekayaan sumber daya alam bangsa Indonesia yakni Rp16.8 triliun dari Rp44 triliun.” (Prabowo,2023:85).
Dengan demimian, sistem pemerintahan apapun yang akan diterapkan, apakah sistem demokrasi, sistem negara hukum atau gabungan demokrasi dan hukum di Indonesia, tidak mungkin dapat menghantarkan bangsa Indonesia hidup sejahtera (baldatul thoyibatun) seperti yang disampaikan Presiden Soekarno dan Bung Hatta dalam peringatan hari Kemerdekaan RI tahun 1959.
Oleh karenanya, Prabowo Subianto dalam mengawali pemerirntahannya, akan tegas kepada konglomerat yang tidak berpihak kepada rakyat, tegas dengan pejabat yang korup dan para pelayan publik yang menyengsarakan rakyat.
Terhadap sistem pencegahaan korupsi di Indonesia, Prabowo memberikan gagasan yang lebih atraktif, bagus dan simpel untuk dapat dilaksanakan oleh aparatus penegak hukum termasuk akan memberikan manfaat banyak kepada negara dan rakyat. Itulah sebab mengapa Ketua Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus, terus memberikan dukungan kepada Presiden Prabowo.
Jurus apakah konsep Prabowo dalam melakukan pemberantasan korupsi? Pertanyaan sederhana tetapi butuh kajian mendalam. Presiden Prabowo Subianto menawarkan kesempatan bertobat kepada para koruptor. Syaratnya, pelaku koruptor mengembalikan seluruh hasil korupsi kepada negara.
Hal itu disampaikan Prabowo saat memberikan kuiah umum dengan para mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pertengahan Desember 2024.
“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tetapi, kembalikan, dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya,” kata Prabowo (ant,2024).
Dalam pidato yang berlangsung lebih dari 30 menit, Presiden juga memberikan peringatan tegas kepada seluruh aparatur negara. “Hai kalian-kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa negara. Bayarlah kewajibanmu, asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah kita menghadap masa depan.”
Ia akan mengambil langkah tegas jika koruptor yang sudah diperingatkan tetap bandel, tidak patuh kepada hukum. “Tetapi kalau kau bandel terus, apa boleh buat, kita akan menegakkan hukum,” tambahnya. Prabowo juga menekankan pentingnya kesetiaan aparat hanya kepada bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.
Yang Penting Negara Untung
Untuk menjawab dan mengurai pemikiran Prabowo Subianto, saya akan menggunakan kerangka teori Richard A Posner (the economics of justice 1981). Posner adalah orang AS yang lahir pada 11 Januari 1933, yang awalnya sebagai dosen di Univ. Chiacago AS dan pernah diangkat sebagai hakim di Pengandilan banding tahun 1983-an.
Dalam teori yang banyak dikutip oleh sarjana hukum di Indonesia, dia dikenal sebagai bapak hukum ekonomi. Artinya, pelaksanaan hukum juga dapat dikompensasi terhadap nilai ekonomi. Ia memberikan contoh seorang pencuri (sebut koruptor) mencuri kalung untuk istrinya.
Nilai kalung sebut saja Rp100 juta, tetapi setelah koruptor itu ditangkap, biaya proses penangkapan, sidang hingga pemberian penjagaan dan pemberian fasilitas kesehatan dan makan bergizi bagi mereka lebih dari Rp200 juta.
Artinya negara mengalami dua kerugian sekaligus, yakni negara kehilangan uangnya dan keluarga pencuri itu menjadi miskin karena ayah sebagai kepala keluarga tak dapat hidup layak mencari uang untuk keluarganya. (A. Posner,1981:63).
Contoh Richard Posner juga dapat dibalik menjadi, harga emas dari Rp100 juta akan melonjak menjadi Rp250 juta. Proses pemidanaannya Rp100 dan denda atas pencurian emas itu Rp50juta. Dengan demikian, jika dendanya separuh dari nilai yang dicuri saja, negara masih untung.
Contoh yang paling anyar adalah kasus Harvey Moeis pidana korupsi di kasus timah yang diputus hanya 6,5 tahun, sementara kerugian negara ditaksir lebih dari Rp275 triliun, maka kerugian negara akan tambah besar jika aset terdakwa tidak dapat disita oleh negara.
Harvey yang didakwa dengan UU Korupsi No 20 Tahun 2001 Jo. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, cukup berada di sel hanya 1/3 dari putusannya. Artinya, kurang dari 4 tahun yang bersangkutan sudah kembali ke masyarakat dan akan kembali sebagai seorang pengusaha.
Dalam pandangan Prabowo, hukuman seperti itu dinilai kurang adil dan tepat, pertama sumber filosofinya dari barat, dimana pada masa silam penjajah maunya menyiksa dan memenjarakan, tanpa mengkalkulasi kerugian uang negara dan kerugian rakyat atas proses hukuamnnya.
Oleh karenanya, perlu ada aturan baru yakni orang atau koruptor dipaksa untuk mengembalikan uangnya, jika tidak mau mengembalikan maka assetnya perlu dirampas untuk negara.
Inilah pemikiran progresif Prabowo dalam usaha memberntas korupsi dengan tetap menjadikan negara dan rakyat tetap untung atau tidak buntung.
Mengapa begitu? di mata Prabowo, pembuatan hukum dan pasal di masa silam masih dipenuhi dengan kebencian terhadap manusia, bukan kepada perbuatannya. Sebut saja pembuatan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 mengatur tentang hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi: Sanksinya, Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan Pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Pasal itu dirujuk dalam Pasal 419 KUHP warisan kolonial.
Sekaratnya Demokrasi
Gagasan Prabowo tentang pemberantasan korupsi tidak harus berbanding lurus dengan sistem yang menganut demokrasi, di mana “doe process of law” adalah salah satu adagium, semua koruptor harus diproses sesuai dengn hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan hak asasi manusia.
Sekilas pernyataan itu enak didengar, namun dalam pelaksanaanya, seolah menjadi pil pahit bagi rakyat miskin. Mengapa? Dalam sistem negara demokrasi ternyata ada juga demokrasi yang “sekarat”. Demokrasi sekarat atau matinya demokrasi, sebagaimana diulas oleh Steven Levitsky dan Daneil Ziblatt, “how Democrasies Die” atau matinya Demokrasi (Steven 2021).
Mereka menyebutkan matinya demokrasi antara lain ketika rakyat yang berkuasa, tetapi sesunguhnya kekuasaan itu dikendalikan oleh pemilik modal, pemilik media massa, para begundal hukum dan pimpinan partai.
Ziblatt mencontohkan, Fuji Mori, anak keturunan Jepang menjadi Presiden di Peru tahun 1990-an mengalahkan Vargas Lioasa, sastrawan Peru yang mendapatkan dukungan partai, konglomerat dan media massa setempat. Meskipun Fuji Mori sebagai presiden terpilih secara demokratis, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Dalam tahun pertamanya, tak satupun UU dapat dihasilkan.
Bahkan kebijakan apun yang disampaikan, dimentahkan oleh Mahkamah Agung karena telah dikuasai oleh para begundal hukum. Fuji Mori pernah mengatakan, “saya memerintah Peru sendirian di balik komputer (Steven,2021:56).
Akhirnya tak lama kemudian Fuji Mori dijatuhkan oleh lawan politiknya dengan cara seolah demokratis, tetapi sesunguhnya semua aturan dapat dimanipulasi oleh para taipan, tokoh partai dan begundal hukum. Sistem demokrasi seperti itu sama halnya sekaratnya demokrasi.
Oleh karena itu, dalam penegakan demokrasi dan hukum, Prabowo Subianto tampaknya tidak ingin seperti Fuji Mori. Ia boleh dijauhi dari para taipan, konglomerat dan media massa, tetapi rakyat dan TNI tetap kuat di belakangnya, maka akan banyak kebijakan untuk disampikan demi kepentingan rakyat dan negara. Seperti yang disebutkan, demokrasi kita bisa dikuasai pemodal.
Menurut saya, demokrasi saat ini ada di persimpangan jalan. Apakah demokrasi kita akan di-hijack,akan disandera oleh para kurawa? “Saya sudah keliling kesemua kabupaten di Indonesia. Di tahun 2014-2019 saya berkesempatan keliling ke ratusan kota dan kabupaten.
Di mana-mana rakyat mengaku sudah tak tahan lagi, terlalu banyak korupsi di negeri ini, banyak proyek dikorupsi, banyak orang disogok, banyak pemimpin mau dibeli dan mau disogok. Akhirnya tidak ada keadilan ekonomi.” (Prabowo,2022:89).
Keprihatian rakyat yang dirasakan Prabowo itu bagian penting dari kerangka teori yang menggagas pemberantasan korupsi di Indonesia yang kian akut. Dengan menyuruh orang bertobat, mengembalikan hasil korupsinya, jika tak ingin harta bendanya dirampas untuk negara dan rakyat.
Saya tahu ada orang yang tidak suka dengan konsepnya. “Saudara-saudara sekalian, yang nyinyir sama saya, silakan kau duduk saja di sebelah situ, ini belum apa-apa. Nanti, 6 bulan lagi, baru saudara boleh nilai pemerintah Prabowo Subianto,” katanya, (YouTube Sekpres, 2024).
Opini
Makin Solid, SMSI Pusat dan Daerah Optimus Meraih Peluang Bisnis
Catatan Akhir Tahun 2024:
Oleh: Yono Hartono*
TAHUN 2024 merupakan tahun yang penuh tantangan dan peluang bagi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, khususnya dalam bidang organisasi, pengembangan daerah, dan pendataan verifikasi media ke Dewan Pers.
Sebagai Wakil Ketua Umum yang bertanggung jawab di bidang ini, kami telah menjalankan berbagai program strategis organisasi pers SMSI yang dipimpin oleh Ketua Umum Firdaus.
Pelaksanaan program-program itu untuk mendukung penguatan kelembagaan SMSI dan memastikan media siber yang tergabung dalam SMSI memenuhi standar Dewan Pers.
Optimisme pun semakin kuat dalam meraih peluang-peluang bisnis media di tahun mendatang: 2025.
Capaian Kinerja Tahun 2024
A. Bidang Organisasi
Konsolidasi internal SMSI di tingkat pusat dan daerah telah berjalan dengan baik. Seluruh kepengurusan SMSI di 34 provinsi berhasil dioptimalkan dengan menyesuaikan kebutuhan daerah.
Pelaksanaan pelatihan dan workshop bagi pengurus SMSI daerah untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi dalam pengelolaan organisasi.
Penyusunan pedoman dan SOP organisasi yang lebih terstruktur, termasuk panduan teknis untuk proses verifikasi media.
SMSI sebagai organisasi induk juga membentuk badan otonom yang dapat memperkuat SMSI sebagai organisasi pers yang tercatat sebagai konstituen Dewan Pers.
Badan otonom itu adalah Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred). Pemimpin redaksi merupakan bagian dari manajemen media dengan kualifikasi sertifikasi wartawan utama sebagaimana yang disyaratkan dalam ketentuan Dewan Pers.
Sebagai tanggung Jawab SMSI terhadap kualitas wartawan berkualitas, dibentuklah Perkumpulan Pemimpin Redaksi Media Siber yang disingkat Forum Pemred SMSI.
Selain itu SMSI juga membentuk Millennial Cyber Media (MCM)
untuk generasi muda sebagai pengguna media siber. Di luar MCM, SMSI juga membentuk Media Crisis Centre (MCC) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers.
B. Bidang Daerah
Penguatan SMSI di daerah melalui pembentukan cabang baru di beberapa kabupaten/kota strategis hingga akhir 2024. Penyelarasan program kerja SMSI daerah dengan pusat untuk memastikan visi dan misi organisasi tercapai secara sinergis.
Penguatan hubungan dengan pemerintah daerah dan mitra strategis untuk mendukung keberlanjutan operasional SMSI daerah juga terus dilaksanakan.
Misalnya kerja sama SMSI dengan Kementerian Sosial RI dalam membangun lingkungan dan taman di Mancak, Kabupaten Serang pada pertengahan Desember 2024 dan akan berlanjut tahun 2025.
C. Pendataan dan Verifikasi Media ke Dewan Pers
Proses verifikasi media anggota SMSI ke Dewan Pers telah dilakukan secara sistematis. Masih banyak media yang belum berhasil terverifikasi pada tahun 2024 oleh Dewan Pers.
Untuk itu SMSI melakukan peningkatan layanan pendampingan kepada anggota media dalam memenuhi persyaratan administrasi dan teknis verifikasi sesuai ketentuan Dewan Pers.
SMSI juga melakukan peluncuran sistem digital untuk mempermudah pendataan media anggota SMSI dan pengajuan verifikasi ke Dewan Pers.
Selain itu koordinasi intensif dengan Dewan Pers terkait proses verifikasi, penyempurnaan data, dan pengawasan terhadap media anggota SMSI juga terus dilakukan.
Tantangan dan Kendala
Masih terdapat kendala administratif dan teknis dari beberapa media anggota untuk memenuhi standar Dewan Pers, seperti legalitas perusahaan, struktur redaksi, dan aspek profesionalitas.
Kendala lain, kurangnya pemahaman di beberapa daerah mengenai pentingnya verifikasi media untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik.
Sementara perbedaan regulasi di beberapa daerah juga mempengaruhi operasional SMSI cabang.
Rekomendasi untuk Tahun 2025
Melanjutkan program pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kompetensi media anggota SMSI.
Meningkatkan kolaborasi dengan Dewan Pers dan pihak terkait untuk mempercepat proses verifikasi media.
Laporan ini merupakan gambaran atas pencapaian, tantangan, dan rencana strategis SMSI Pusat di bidang organisasi, daerah, dan pendataan verifikasi media.
Kami berharap, dengan dukungan semua pihak, SMSI dapat terus berkembang dan berkontribusi dalam memperkuat ekosistem media siber di Indonesia.
*Yono Hartono adalah Wakil Ketua Umum SMSI Pusat Bidang Organisasi, Daerah, dan Pendataan.
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
4 Pria dan 1 Wanita Terduga Pelaku Narkoba Diringkus Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Team Tiger Polres Lahat Kembali Tangkap Terduga Pembunuhan
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Dua Pasal Hukum, Dodo Arman Ditangkap Kasat Reskrim Polres Lahat
-
Peristiwa3 tahun ago
Pelajar Alami Kecelakaan di Perlintasan Kereta Api Depan SMKN 2 Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Hampir Dua Bulan Buron, Pembacok Diciduk Tim Satreskrim Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Langgar Aturan, Oknum Polres Lahat Diberhentikan Tidak Hormat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Komplotan Pelaku Narkoba Lahat Tengah Berhasil Ditangkap Polres Lahat
-
Hukum & Kriminal4 tahun ago
Soal Pembunuhan di Kikim Tengah, Pengacara Korban Angkat Bicara