Opini
IMPIAN NEGARA “KESEJAHTERAAN”
Oleh: Abrar Kharas
ASN Pemkab Lahat dan Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro.
Negara adalah sebuah keluarga besar tempat warga negara siapapun mereka harus diperlakukan sebagai anak-anak bangsa secara adil.
Mereka tidak boleh dibiarkan hidup-mati sendiri, melainkan harus dilindungi, dijaga martabatnya, serta diberi jaminan hidup sejahtera oleh Negara.
Seperti yang di tulis oleh Thomas Hobbes dalam bukunya yang berjudul The Leviathan (1651), “government is a protector “, artinya disini tugas pemerintah adalah sebagai pelindung sekaligus penjamin hak-hak dasar masyarakat.
Kemudian dalam buku yang berjudul model dan desain negara kesejahteraan, Profesor Budi Setiyono menjelaskan, Negara Kesejahteraan adalah konsep pemerintahan dimana negara memainkan peran penting dalam perlindungan dan promosi kesejahteraan ekonomi dan sosial warga secara menyeluruh.
Masih dalam bukunya, Prof Budi Setiyono mengutip sosiolog Denmark Esping_Andersen tentang Welfare State yang membaginya menjadi tiga model, yakni, pertama, The Liberal Welfare State, merupakan model negara kesejahteraan yang bertumpu pada pasar dan penyediaan jasa oleh pihak swasta.
Posisi negara hadir dalam pelayanan-pelayanan ketika kondisi darurat seperti resesi ekonomi dan bencana alam. Prinsipnya, negara hanya memberikan perlindungan bagi warganya dalam rangka pengurangan kemiskinan.dan penyediaan kebutuhan dasar pada kejadian-kejadian, dan urgensi kehidupan.
Dalam model ini, negara hanya memberikan sedikit sekali bantuan dan jaminan sosial kepada warganya. Pelayanannya juga terbatas pada warganya yang terdampak kemiskinan, sedangkan kelas menengah tidak mendapatkan layanan ini.
Dengan demikian, model negara kesejahteraan liberal menyebabkan pembelahan antara kelas menengah dan kelas bawah. Akibat lain adalah, negara memberikan pada kelompok tertentu, terutama kalangan ekonomi menengah ke bawah atau masyarakat yang paling membutuhkan.
Sehingga, hal ini memerlukan kontrol ketat dari birokrasi pemerintah untuk menentukan siapa yang berhak dan tidak untuk menerima jaminan sosial dari negara.
Yang kedua adalah Negara Kesejahteraan Sosial Demokratik, sitem Negara kesejahteraan yang memberlakukan pelayanan universal pada seluruh warga negara untuk mengakses pelayanan secara setara tanpa memandang penghasilan dan tingkat ekonomi warga.
Pelayanan yang dimaksud merupakan jaminan sosial penyediaan pekerjaan, kesehatan, pendidikan melalui penyesuaian model perpajakan.
Sehingga, tanpa memandang kelas, seluruh warga negara dilayanani jaminan sosial untuk mencapai kesejahteraan yang dimaksud. Model ini merupakan perkembangan dari sosialisme yang juga mengakomodir kepentingan kelas menengah dalam pelayanan negara. Dan model ini banyak diterapkan di negara-negara Skandinavia “Nordic Model“.
Kemudian yang ketiga adalah model Kristian dari Negara Kesejahteraan merupakan model paling moderat. Dijelaskan Prof Budi Setiyono , model ini menerapkan prinsip subsidiarity atau desentralisasi dan dominasi skema asuransi-asuransi sosial.
Sekaligus, negara menawarkan alternatif jaminan sosial dan asuransi sesuai dengan tingkat ekonomi. Dengan kata lain, negara memberikan jaminan sosial kepada seluruh warga negara, namun demikian juga tetap memberikan kebebasan kepada warganya memilih untuk mendanai jaminannya sendiri.
Kemudian bagaiamana dengan Indonesia, sebenarnya Indonesia telah menerapkan Welfare State dalam berbagai bentuk, misalnya Bantuan Langsung Tunai, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Subsidi BBM, Subsidi Listrik, Program Wajib Belajar 12 tahun, Bantuan selama pandemi Covid-19, Program wajib belajar 12 tahun dan BOS untuk dunia pendidikan.
Semua itu merupakan upaya-upaya bagaimana Negara kita memainkan perannya untuk melindungi dan menjamain kesejahteraan masyarakatnya.
Namun demikian, kenapa Indonesia belum juga mencapai titik “ideal” dari negara kesejahteraan Ada beberapa urgensi rekomendasi agar upaya dan peran Negara dalam menghadiahi suatu kesejeahteraan kepada warga negarannya dapat lebih efesien :
Pertama, Adanya pembaruan bank data yang kuat, akurat dan berkala yang kemudian dijadikan data tunggal”. Dalam mengupayakan Negara kesejahteraan, tentu saja kita bergerak melalui data yang kuat, akurat dan berkala.
Bagaimana mungkin program dan kebijakan akan baik tanpa didasari data. Contoh di Kementrian Sosial baru-baru ini, ada 21 juta data ganda penerima bansos dinonaktifkan.
Bagaimana mungkin upaya hadirnya Negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya akan optimal jika sasaran yang di berikan perlindungan dan jaminan justru tidak akurat.
Kedua, Negara harus mulai menyusun sistem keseimbangan antara kewajiban dan hak (obligations and rights) bagi warga Negara. Sudah seharusya kewajiban dan hak terkelola dalam satu kesatuan yang konektif dan resiprokal.
Negara belum menyediakan perangkat untuk memastikan setiap warga Negara yang melaksanakan kewajiban dengan baik akan diberi hak secara penuh.
Bahkan Negara belum mendefiniskan secara pasti apa saja yang menjadi kewajiban warga Negara dan apa saja yang menjadi hak yang akan diperoleh setelah melaksanakan kewajiban itu.
Hal ini juga yang menjadi faktor banyaknya warga negara yang seperti menyepelekan hukum, karena tidak ada konsekuensi akan kehilangan hak yang diberikan oleh negara apabila melanggar hukum.
Ketiga, Kolaborasi dan harmonisasi antara pemerintah dan warga negara. Seluruh negara yang sudah mencapai taraf kesejahteraan, lahir dari kerja sama yang baik antara pemerintah dan seluruh warga negaranya.
Tentu saja hal ini juga berlaku di Negara kita. Namun pada era “global village” saat ini, ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat memungkinkan lahirnya distrust kepada pemerintah.
Dampak selanjutnya dari adalah keacuhan masyarakat tersebut terhadap ketentuan dan kewajiban yang ada di Negara kita . Tentu saja hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan kehidupan bernegara, terlebih jika kita memimpikan Negara yang sejahtera.
Serta yang terakhir, kelembagaan konektif. Dalam mewujudkan negara kesejahteraan tentu peran lembaga negara yang konektif harusnya bisa menjadi Grand Planning dalam upaya mewujudkan negara kesejahteraan.
Misalnya, dalam tahun 2020 Kabupaten Lahat melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengkonfirmasi akan ada lulusan x jumlah peserta didik. Tentu saja x jumlah peserta didik yang lulus tersebut akan masuk ke daftar pencari kerja.
Kemudian selanjutnya Dinas Ketenagakerjaan harus mampu mengantisipasi terhadap kebutuhan peluang lapangan pekerjaan baru sebanyak x jumlah peserta didik yang sudah lulus tsb.
Fungsi selanjutnya dari dinas ketenagakerjaan adalah bagaiamana membuat para pencari kerja baru ini, mempunyai kesiapan dan skill untuk terjun ke dunia kerja, misalnya dengan memberikan pelatihan dan pematangan skill.
Kemudiaan bagaimana untuk melahirkan peluang lapangan pekerjaan baru tersebut demi memenuhi kebutuhan para pencari kerja tersebut? Peran Dinas Perizinan dan Penanam Modal harus mampu merangsang dan mengupayakan pemunuhan kebutuhan tersebut dengan menarik investor, demi menghindari membludaknya angka pengangguran di wilayah itu.
*Referensi, Model & Desain Negara Kesejahteraan, 2018 oleh Prof Budi Setiyono, Ph.D.