Opini

Lahan Tidur, Jangan Menganggu

Published

on

Oleh Pemerhati Lingkungan, H. Muhammad Goeril

Bagaikan sebait puisi yang kerap bergema dipagi hari, bahwa lahan tidur yang terhampar luas dibibir hutan dibiarkan tidur sepanjang masa. Paska pohon-pohon hutan yang melindungi bumi dari bahaya longsor dan banjir, ditebang dan dirambah untuk ladan berpindah.

Begitu memprihatinkan sikap seperti ini, usai ditebang dan digunduli pohon-pohon hutan yang usianya ratusan tahun dijadikan balok-balok kayu dalam sekejap menjadi papan bumi merintih dalam sengatan mentari yang datang bertubi-tubi.

Tiada lagi pelindun tiada lagi daun, pohon dan akar penyampai sejuknya hujan disiang hari.

Sudah demikian galibnya, ladang berpindah yang kian memperluas hutan dirambah. sebagian warga mengurus ladangnya dengan sungguh-sungguh, sementara sebagian menggarap dengan acuh tak acuh.

Di beberapa tempat terlihat pohon-pohon kopi tumbuh isubur yang setiap musim ter memutih oleh bunga kopi bagaikan hamparan salju. Petanipun memandang gairah, mengharap bunga menjadi buah. Berdoa selalu diatas sajadah agar bila panen nanti buahnya medok dan harga jualnya tinggi.

Begitulah harapan dan impian petani, sederhana dan tepat mengena. Rasanya sedih jika mengenang sebuah lagu dari daerah Lahat Pagar Alam, sering didendangkan oleh para perjaka yang telah puluhan tahun menjomblo.

Judulnya saja tentang “nasib petani kopi” yang dalam bahasa daerah disebut “kawe”. Dalam sebuah bait syairnya dikatakan, saat panen kawe dilanda sedih karena harga k jatuh, alias tidak berharga secara wajar. Rencana melamar sidia pujaan hati menjadi b impian mengakhiri predikat jomlo pun menjadi bubar.

Tragis memang, tapi itulah kenyataan sehingga membuat syair kehidupan semakin indah ditangan seniman.

LAHAN TIDURPUN MENJAMUR.
Gara-gara aspek harga yang selalu dipermainkan para tengkulak, tak jarang membua kopi kehilangan gairah. Sementara hutang kepada para tengkulak kian membengkak kebun kopipun berangsur luput dari sentuhan bajak.

Secara perlahan sang perjaka yang patah hati karena gagal panen dan gagal pula jadi temanten, mencari pelarian kedesa tetangga untuk ambil upahan agar hidup tetap te tersangga.

Kebun kopi yang dulu digarap penuh harap, hanya meninggalkan janji tak Kebun seluas dua bidang dikampung terpaksa ditinggal merantau yang tiada pasti ka kembali.

Perjaka yang gagal sehingga kebun ditinggal adalah sebuah gambaran, betapa indah jika dilanda kasmaran yang dapat membuat hidup gairah dan semangat. Menjadikan mahalnya cita-cita jika serlalu didera cobaan.

Kebun yang dulu selalu jadi perhatian kini mulai ditinggalkan dan dilupakan karena kesibukan. Tinggallah yang tinggal, pohon-pohon kopipun mulai bersaing mencari m adu cepat dengan ilalang, semak yang berangsur membelukar.

Dan siang bertemu malam, malampun bertemu siang. Hari demi hari, bulan berganti tahunpun ikut menyambangi. Tertutuplah pintu rezeki dikebun kopi, lahan tidurpun sehingga menyenangkan sarang babi.

PETANI CABI BOLEH GIGIT JARI
Saat harga cabi dikota-kota besar kian meroket, pedas terasa kian merobek dompet m “lahan tidur”pun bagai memelet sehingga gerakan menggarap lahan tidur jadi telolet Didesa-desa Semende dan Tunggul Bute juga demam bertani.

Lahan tidur yang terbujur disepanjang jalan kelokasi geothermal PT Supreme Energy Dedap pun mulai disentuh. Sebuah gerakan yang terobsesi secara simultan sejenak m warga petani untuk tidak lagi merambah hutan.

Mereka mulai mengenal jenis-jenis c = cabe), dari yang keriting, rawit bahkan kian populernya cabi setan. Harga pupuk kandang kian melenggang, order ratusan karung membuat ayam-ayam dipaksa berak kapur sehingga marak pula pupuk kandang oplosan dengan harga Rp.1 per karung kecil.

Dimana-mana, dimarkas lahan tidur yang telah siuman aroma menyengat dari tahi ay menebar pesona bagi udara yang terpolusi. Petani lokal dan pendatang berlomba adu agar tanaman cabi dikebunnya memberikan hasil.

Dalam seratus hari yang dinanti sang buahpun hadir disetiap ujung tangkai nan gemu pada awalnya, kecil pada mulanya terus bermandi hujan dan mentari silih berganti. C itupun mulai merah, ranum dan matang bersamaan hadirnya para tengkulak yang melokak.

Intervensi pasarpun terjadi, lagi-lagi membuat petani cabi kehilangan percaya diri da tenggelam dalam sahwat tengkulak yang menggelegak dengan statement serentak : h jatuh pak, sekarang cuma dihargai sekilonya 7 ribu perak. Tragis amat nasib petani, s jatuh tertimpa tangga telek ayam pula.

PERLU KOPERASI JAMIN NASIB PETANI
Dengan adanya Undang2 Omnibus Law yang perlu betul-betul difahami, dimengerti d diamalkan oleh semua hak maka pilihan membentuk Koperasi Petani yang benar-benar amanah adalah suatu keharusan.

Disetiap kabupaten kota, semua kita tahu ada institusi negara yang wajib peduli pad petani. Ada yang disebut dinas pertanian, koperasi (tani/nelayan) dan dinas perdagan perindustrian.

Kita yakin bahwa institusi-institusi ini memiliki program untuk membela petani, buk memberi bantuan bibit, penyuluhan agar hasil produksi bagus, tapi teramat penting membantu agar mereka tidak jatuh ketangan tengkulak.

Maka itu peran institusi pemerintah tidak sekedar latah, sekedar menghabiskan angg tidak terjadi pembengkaan SiAP (sisa anggaran) tapi benar-benar melakukan pembin simultan dan terprogram baik serta berkelanjutan.

Agak miris memang jika kenyataan di desa-desa petani kian rentan. Dimana pada sek “pertengkulakan” ini hidupnya lebih makmur, membiarkan hidup para petani menjad renta karena terjemur.

Sangat memprihatinkan, karena dibenak petani tentu mengha harga – harga sayur dan buah hasil produksi mereka ada jaminan dan kepastian seba pelipur lara dalam deraan hujan dan kepanasan setiap hari.

Kebersamaan adalah kata kunci untuk menyelamatkan petani. Sebagaimana di sektor pertambangan ada BUMN-BUMN yang mengayomi usaha-usaha kecil yang relevant, disektor pertanian, perdagangan terbuka lebar untuk menhadirkan BUMN atau sejen.
yang mampu menyerap hasil produksi petani yang kini semakin menggeliat tapi prih terlihat. Ayo kapan lagi. (*)

Bagikan Berita :

Populer